Opini: TAQWA BUAH IBADAH PUASA

Tujuan utama Allah SWT memerintahkan ibadah puasa kepada orang-orang yang beriman adalah agar menjadi orang yang bertakwa. Sebagaimana tertuang di dalam Al-Quran surat Al-Baqoroh: 183 :

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa”.

Sebanyak 258 kali Allah SWT menyebut kalimat takwa di dalam Al-Quran dengan kalimat yang beragam. Betapa banyak kalimat takwa itu disebutkan oleh Allah SWT menandakan akan penting dan istimewanya nilai ketakwaan tersebut, bahkan dalam Al-Quran surat Al-Hujurot : 13 disebutkan bahwa manusia yang paling mulia adalah manusia yang bertakwa.

Secara etimologi, takwa adalah bentuk masdar dari kata “Ittaqo, yattaqi” sedangkan kata tersebut berasal dari kata “Waqo, yaqii, wiqoyatan” yang memiliki makna sekaligus terminologi ; Menjaga diri, menghindari, menjauhi dari segala sesuatu yang membahayakan dirinya dari siksaan Allah SWT, dengan jalan menghindari diri dari segala yang dilarangnya serta mengerjakan segala yang diperintahkannya.

Imam Ali bin Abi Tholib, karromallohu wajhahu, pernah menjelaskan tentang makna takwa sekaligus menjadi indikator dari ketakwaan seseorang, yaitu;

  1. Al-khaufu minal Jalil. Takut kepada Allah SWT Yang Maha Gagah.

Maknanya adalah indikator utama seseorang sudah mencapai derajat takwa, buah dari ibadah puasa adalah manakala selalu hadir dalam jiwa dan raganya rasa takut kepada Allah SWT dalam segala hal dan dalam situasi apapun. Sehingga ia selalu menghindari dari segala hal yang akan mendatangkan murka Allah SWT.

Baca Juga:  OPINI: Rame-rame Bidik Pilkada Subang, Bagaimana Nasib Ruhimat?

Jika rasa takut ini sudah menjelma dalam pribadi hamba-hamba Allah, maka tak ada lagi pejabat yang berkhianat atas jabatannya, sehingga melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Tak ada lagi para konglomerat yang memperkaya diri sendiri dan tak peduli terhadap nasib hidup masyarakatnya. Dan tak ada lagi rakyat yang pragmatisme dan tidak memiliki idealisme. Serta tak ada lagi para alim ulama dan kiyai yang mudah dibeli oleh dunia dan kekuasaan, hanya sekedar untuk kepentingan dunia sesaat.

  1. Wal ‘amalu bit tanziil. Beramal sesuai dengan tuntunan Al-Quran.

Jika pada bulan ramadhan, kaum muslimin begitu antusias dalam mengkhatamkan Al-Quran, karena besarnya pahala yang diberikan Allah SWT. Maka konsistensi kita tidak hanya pada khatam Al-Quran, akan tetapi hendaklah Al-Quran ini menjadi panduan kita dalam mengarungi hidup dan kehidupan ini. Panduan kita dalam kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, bersosial, berekonomi, berpolitik, bernegara dan perjalanan hidup kita lainnya.

Sebab kata Rasulullah saw bersabda: “Aku tinggalkan dua perkara, jika kalian berpegang teguh kepada dua perkara tersebut niscaya kalian tak akan pernah sesat selamanya, dua perkara itu adalah Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw”.

Baca Juga:  5 Tips Berwisata Aman di Pantai Saat Libur Lebaran

Indikator kedua dari ketakwaan seorang hamba adalah manakala ia selalu berpegang teguh dengan tali Allah (Al-Quran) dan berusaha untuk mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

  1. War ridlo bil qolil, merasa cukup atas pemberian Allah SWT.

Indikator ketakwaan ketiga adalah hidupnya selalu merasa cukup (Qonaah) atas segala pemberian Allah SWT. Saat Allah memberikan banyak ia selalu bersyukur, dan saat Allah memberikan sedikit ia selalu bersabar.

Orang yang bertakwa adalah orang yang tak pernah rakus dengan kehidupan dunia, sehingga karena kerakusannya, ia menghalalkan segala cara dan berani melanggar etika dan tatakrama demi memenuhi hasrat kepuasan duniawi yang sesaat. Karena bagi orang yang bertakwa, tahu betul rizki Allah semuanya sudah ada takarannya masing-masing.

  1. Wal- isti’dadu liyaimir rohil, selalu menyiapkan diri untuk hari akhir.

Maknanya adalah orang-orang yang bertakwa tak akan pernah terjebak dalam kehidupan dunia yang fana, lalu ia melupakan kehidupan akhirat yang abadi (baqo).

Orang-orang yang bertakwa adalah orang yang selalu giat meningkatkan amal ibadah nya dalam kontek apapun dan dalam setiap lini kehidupan apapun. Ia tahu bahwa kehidupan dunia hanya sesaat, dan kematian akan segera hadir menjemput. Oleh karena itu menyiapkan bekal di dunia untuk kehidupan akhirat menjadi misi utama orang-orang yang bertakwa.

Baca Juga:  OPINI: PUASA MENUMBUHKAN NILAI PROFETIK

“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan” (QS. Al-Qoshosh: 77)

Semoga dengan berakhirnya kita melaksanakan ibadah puasa ramadhan dan masuknya kita pada tanggal 1 Syawwal 1445 H. Kita menjadi manusia-manusia yang bertakwa…

Taqobbalallohu minna wa minkum, semoga Allah menerima amal ibadah kita semua… Minal aidzin wal faidzin.. mohon maaf lahir dan batin.

KH. Ade Sugianto SIP. SAN, Penulis adalah Ketua YPI Al-Ukhuwah Pagaden Subang